Gua kemang dari samping |
Menurut cerita masyarakat setempat, dahulu kala di Kampung Uruk Rambuten (sebuah kampung kecil di Tanah Karo), hiduplah seorang peladang dikampng tersebut. Dia membuat perjanjian dengan umang (orang bunian) untuk membantunya menggarap ladangnya. Umang menyetujui perjanjian peladang tersebut dengan syarat tidak boleh satu orang pun mengetahui jika peladang tersebut sudah dibantu oleh umang untuk mengerjakan ladangnya.
Mulut gua, 50x50 cm |
sedangkan jari-jari kakinya ke arah belakang.Gua batu yang ditemukan oleh masyarakat setempat pada zaman penjajahan Belanda ini, pernah hendak diangkat untuk dipindahkan ke Belanda. Tetapi tidak bisa dipindahkan. Tolen sendiri pun tidak tahu kenapa gua batu ini tidak bisa diangkat. Mungkin ada kaitannya juga dengan kekuatan magisnya.
Sebagian masyarakat meyakini bahwa hingga saat ini kadang-kadang masih ada yang menghuni gua batu tersebut.
Kampung Uruk Rambuten yang dianggap sebagai awal Desa Sembahe, sampai saat ini masih dikenali.Namun tak ada lagi penduduk yang menghuni kampung tersebut. Kampung Uruk Rambuten berada di dekat lokasi jatuhnya pesawat Garuda Indonesia pada 26 September 1997 lalu. Menurut Tolen, ada kemungkinan pesawat tersebut jatuh karena tersangkut pohon beringin besar yang tumbuh di tengah-tengah kampung Uruk Rambuten.
Pintu masuk |
Gua Kemang berlokasi di Kampung Durintani, Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang. Tepatnya berada di lahan perkebunan seorang penduduk yang juga bermarga Ketaren. Untuk menuju lokasi gua batu ini, kita dapat berjalan kaki sejauh satu kilometer dari simpang Durintani, arah kanan dari Medan.
Tidak susah menemukan simpang Durintani. Ada sebuah plang dari semen yang terdapat di simpang tersebut. “Situs Gua Kemang (Gua Batu), Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara, Proyek Pembinaan Kebudayaan APBD Tingkat I Sumatera Utara,” itulah yang tertulis di sana. Ternyata gua batu yang diyakini oleh para arkeolog sebagai peninggalan manusia pra sejarah ini sudah menjadi salah satu situs budaya milik pemerintah.
Kami berangkat dari Medan jam 10 pagi dan sampai di Gua kemang jam 11. Jalan menuju tempat ini kami lalui menggunakan sepeda motor, karena arus lalulintas menuju tempat ini biasanya memang macet jadi menggunakan sepeda motor adalah pilihat yang tepat.Untuk dapat menempuh tempat ini harus melalui jalan yang berbatu dan cukup menanjak dengan menggunakan sepeda motor dapat ditempuh selama 10 menit.
Akhirnya pintu masuk menuju gua batu ini sudah berada di depan mata. Namun sebuah kondisi yang cukup mengiris hati akhirnya menyambut kami. Pagar dan tembok yang menjaga situs budaya ini sudah berlumut. Begitu pun tangga yang akan mengantar kami hingga ke atas, di mana gua batu berada. Ukiran yang tertulis di tembok pagar sudah hampir tak terbaca akibat lumut yang begitu tebal.
Pernah dibangun parkir dan jalannya oleh Kanwil Depdikbud tahun 75-an ditempat ini namun tidak berkembang sampai sekarang.
Kami pun melanjutkan sisa-sisa perjalanan, menempuh puluhan tangga hingga sampai ke lokasi Gua Kemang yang berada di bagian atas kebun. Kondisi gua ternyata tak jauh beda dengan apa yang kami jumpai sebelumnya. Lumut tebal menyelimuti dinding luarnya. Dua relief serupa manusia yang diyakini sebagai bentuk sosok Umang tersebut tak lagi terlihat jelas. Dulu menurut masyarakat sekitar ada batu-batu lain juga di sekitar gua. Batu-batunya seperti meja, kursi, tapi dirusak Belanda.
Ukiran bentuk tubuh umang |
Namun yang paling perlu diperhatikan di sini adalah kondisi Gua Kemang. Cukup memprihatinkan, mengingat gua ini pernah dijadikan sebagai salah satu situs budaya di Sumatera Utara. Jika pemerintah sekarang tak mengindahkan ini, bisa saja Gua Kemang benar-benar akan hilang untuk selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar